Film, Ulasan

Free State Jones (2016): Semangat Antidiskriminasi dan Perlawanan

Film ini merupakan karya Gary Ross yang bercerita mengenai perjuangan Newton Knight (Matthew McConaughey) dalam melawan kezaliman Rezim Konfederasi pada Perang Sipil Amerika (1861-1865) dan rasisme masyarakat AS yang bahkan masih hadir hingga sekarang.

Pembelotan si tenaga medis

Film ini mengisahkan seorang tenaga medis pasukan Konfederasi dalam Perang Sipil Amerika (1861-1865) bernama Newton Knight yang akhirnya mangkir dari tugasnya karena kesal akan kebijakan pemerintah Konfedarasi yang merampas kekayaan warga dengan dalih untuk pengadaan logistik perang. Selain itu, perang ini juga lebih dilatarbelakangi kepentingan ekonomi daripada nasionalisme. Pemerintah juga memaksa banyak anak di bawah umur untuk terjun ke ganasnya medan perang.

Selepasnya kembali dari medan perang, ia tampil sebagai Robin Hood karena membantu warga dalam menghadapi perampasan Pemerintah Konfederasi. Karena dianggap subversif, ia buron dan kabur ke sebuah tanah pengasingan bersama beberapa budak kulit hitam yang juga kabur dari majikan mereka. Di sini ia juga bertemu seorang budak kulit hitam bernama Rachel (Gugu Mbathara-Raw) yang kelak ia nikahi.

Mobilisasi kalangan pinggiran

Dari sini, ia menggalang kekuatan untuk melawan Rezim Konfederasi yang lalim. Ia mendapat banyak dukungan, terutama dari para petani yang dirampas hasil bumi serta hasil ternaknya. Ia menjadi ancaman serius bagi Konfederasi yang di sisi lain juga tengah berperang melawan Tentara Union.

Knight dan milisinya berhasil menguasai beberapa wilayah di bawah kuasa tentara Konfederasi dan mendeklarasikan berdirinya “Free State of Jones” yang bebas dari rasisme dan tunduk kepada Pasukan Union. Kendati demikian, Milisi Knight tak mendapat bantuan dari Union dan melanjutkan perjuangan gerilyanya yang berbasis di sekitar daerah rawa-rawa.

Berakhirnya Perang Sipil yang tak menyudahi rasisme

Selepas kemerdekaan, perjuangan Knight kian berat. Ia harus melawan rasisme terhadap kaum kulit hitam yang menurutnya bertentangan dengan ajaran Kristen yang ia anut.

Kawan-kawan milisinya yang berkulit hitam mengalami penindasan berupa intimidasi, penculikan, pembunuhan, bahkan perbudakan. Ia sediri terdampak dengan tidak diakuinya pernikahannya dengan Rachel, budak kulit hitam yang sedari awal berperan sebagai mata-mata dan penyuplai
kebutuhan milisi di bawah pimpinan Knight.

Lebih ironisnya, larangan pernikahan antara warga kulit hitam dan kulit putih berlangsung hingga masa cicit Newton Knight bernama Davis Knight (Brian Lee Franklin). Padahal jarak antara masa hidup Davis dan Newton hampir delapan puluh tahun.

Davis dijebloskan ke penjara hanya karena ia menikahi kekasihnya yang kulit putih tulen sedangkan ia, meski secara zahir berkulit putih, namun punya darah kulit hitam dari nenek buyutnya, Rachel Knight.

Sebuah sindiran

Selalu menarik melihat betapa peliknya masalah rasial yang hingga kini masih berlanjut di tengah hegemoni AS yang men
sebagai “si paling paham HAM.” Dewasa ini, AS dengan hegemoninya menampilkan diri sebagai badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di kehidupan Bumi. Mereka dengan bebas mengintervensi urusan seluruh bangsa di muka bumi dengan dalih yang manipulatif.

Di film ini digambarkan bahwa anggota milisi Knight yang merupakan budak-budak yang bisa meloloskan diri dari jerat tuannya juga mendapat diskriminasi dari milisi Knight lain yang berkulit putih. Knight bisa menyelesaikan perselisihan internal ini dengan dialog yang banyak berisi analogi sederhana dan ayat-ayat Injil yang dijunjung tinggi milisinya.

Kondisi pasca-Perang Sipil tidak lebih baik. Kendati sudah dikeluarkan aturan antiperbudakan, masih banyak warga kulit hitam yang diperbudak. Anak anggota awal Milisi Knight bernama Moses diculik dan diperbudak sebagai pekerja kebun milik orang kulit putih. Knight menenangkan Moses dan menebus anak kawan sepelarian itu dengan uangnya sendiri. Moses sendiri menjadi kekejaman rasisme. Ia yang sedang berkampanye diculik dan digantung oleh penculiknya.

Sekilas, digambarkan pula orang-orang dengan atribut KKK (Klu-Klu Klan) menculik warga kulit hitam dan mengeksekusi mati sandra dengan tanpa basa-basi. Knight yang berkulit putih pun tak luput dari kekejaman ini. Ia terpaksa berpisah dari Rachel karena saat itu, pernikahan warga kulit hitam dan kulit putih dilarang di Mississippi. Pada akhir cerita, dijelaskan bahwa Knight memberi tanah pekarangan yang luas pada Rachel selepas perceraian paksa mereka.

Diangkat dari kisah nyata

Film ini menarik karena didasari fakta sejarah. Film ini merupakan adapatasi dari buku The Free State of Jones karya Victoria E. Bynum dan The State of Jones oleh Sally Jenkins dan John Stauffer. Gary Ross berjuang selama sepuluh tahun demi merampungkan film berbudget 50 juta dollar AS. Ia berhasrat untuk mengkaji kembali Masa Rekonstruksi AS yang menurutnya digambarkan secara payah oleh Film Gone with The Wind dan The Birth of a Nation. Ross mempelajari sejarah yang melatarbelakangi filmnya dengan seksama guna menampilkan film dengan sejarah yang otentik.

Sinematografi yang menghanyutkan

Penggambaran suasana upacara pemakaman di film ini begitu mengena. Situasi duka bisa digambarkan dengan baik lewat pencahayaan dan busana pemeran. Latar tempat berupa pekuburan yang terletak di dekat gereja juga begitu terasa suasananya.

Tagged , ,

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *