Film, Ulasan

Dangal (2016): Melawan Stigma dan Mengalahkan Keterbatasan

Film yang disutradarai Nitesh Tiwari ini diangkat dari kisah nyata Geeta Phogat, pegulat India wanita pertama yang sukses memenangkan medali emas gulat di Commonwealth Games. Prestasinya yang cemerlang didapat dari didikan ayahnya, Mahavir Singh Phogat. Prestasi yang Geeta Phogat raih tidak datang begitu saja. Ia harus jatuh bangun menghadapi stigma masyarakat, keterbatasan ekonomi, dan rayuan gaya hidup yang silih berganti berusaha mengganjal langkahnya menuju podium kemenangan.

Film yang dirilis Tahun 2016 menerima dua penolakan, yakni dari Pakistan dan Organisasi masyarakat Hindu sayap kanan di India, Vishva Hindu Parishad (VHP). Kendati  demikian, film ini memecahkan rekor film Bollywood dengan pendapatan tertinggi dengan  ₹511 crore di India dan ₹205 crore di luar India. Film ini sukses mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang PK (2014).

Tak ada anak laki-laki, anak perempuan pun jadi

 Mahavir adalah mantan juara nasional gulat. Ia awalnya bermimpi untuk mengharumkan nama India dengan apa yang ia tekuni namun gagal karena terkendala bobroknya federasi (jadi teringat federasi sepakbola di suatu negara yang namanya mirip India, ygy ). Mimpi itu ia akan wariskan pada anak laki-lakinya. Celakanya, hingga anak keempat, semua anaknya berjenis kelamin perempuan. Akhirnya, dengan kuasanya sebagai pemimpin rumah tangga dan bakat alami yang dimiliki putri-putrinya, ia kembali mendapat angin segar guna menggapai mimpi masa mudanya.

Mendobrak stigma dan melawan keterbatasan

Pergulatan pemikiran tentang siapa yang mewujudkan mimpi Mahavir bukan akhir dari konflik. Mahavir berhadapan dengan stigma masyarakat sekitarnya yang menempatkan anak perempuan hanya bergulat dengan urusan domestik. Tidak mengenakan baju adat saja sudah merupakan aib bagi wanita di Balali. Mahavir (Aamir Khan) tampil sendirian (bahkan istri dan kedua anaknya) melawan stigma ini. Ia setengah memaksa kedua putrinya, Geeta (Fatima Sana Shaikh) dan Babita untuk bermain gulat yang di daerah tersebut merupakan olahraga khusus laki-laki. Tidak hanya itu, untuk memperlancar mimpi Mahavir, Geeta dan Babita harus memotong rambut dan memakai celana pendek dan kaos.

Kelakuan Mahavir yang ambisius dan menabrak norma yang ada, menjadi buah bibir warga Balali. Ia dianggap gila karena tak kunjung memiliki putra. Istrinya (Shaksi Tanwar) membujuk agar Mahavir menyudahi kegilaannya dan membiarkan kedua putrinya hidup sebagaimana anak peremupan lain seusianya. Mahavir bergeming. Ia meminta waktu setahun untuk memperlakukan anaknya sebagaimana yang ia kehendaki. Jika tak ada hasil, ia akan membiarkan kedua anaknya hidup sebagaimana yang dikehendaki ibunya. 

Geeta dan Babeeta bukan tidak setuju. Mereka tersiksa oleh perlakuan Mahavir yang menerapkan standar hidup atlet professional pada mereka. Karena pola makan yang diatur, Geeta dan Babita dilarang makan jajanan kesukaan mereka, panipuri. Mereka juga dijejali pola latihan keras yang dimulai pada pukul lima pagi seperti berlari, berenang, meregangkan badan, dan tentu saja latihan teknik-tehnik gulat. 

Mereka juga mendapat cemoohan warga sekitar karena berambut pendek dan berpakaikan laiknya pria. Akhirnya, mereka sepakat untuk melawan kediktatoran ayahnya. Namun, mereka tersadar akan tujuan mulia bapaknya ketika menghadiri pernikahan teman seumuran mereka. Temannya tersebut meminta Geeta dan Babita bersyukur karena bapak mereka memerhatikan masa depan mereka sedangkan bapaknya sendiri justru seakan membuangnya dengan cara menikahkannya secara paksa di usia yang begitu belia. Inilah titik balik keputusasaan perjuangan Geeta dan Babita.

Mereka berlatih dengan giat tanpa peduli dengan cemoohan warga. Mahavir membuat tempat latihan gulat sendiri di tengah sawah karena para pegulat laki-laki di arena gulat desa tidak sudi berbagi tempat dengan Geeta dan Babita. Karena konsumsi protein bagi pegulat adalah wajib sedangkan budget yang ia miliki terbatas, Mahavir rela mengiba meminta potongan harga kepada penjual ayam di pasar. Kekurangan bayaran dibayar dengan hak cipta bagi sang penjual ayam untuk memamerkan fakta bahwa asupan daging ayam yang dikonsumsi Phogat bersaudara dipasok dari lapaknya.

Mengalahkan pegulat laki-laki seantero India dan masuk pelatnas

Setelah berlatih keras, Geeta, putri tertua Mahavir melakukan tur keliling daerah guna mengikuti perlombaan gulat tradisional. Uniknya, semua lawannya adalah laki-laki. Geeta memenangkan setiap perlombaan yang ia ikuti berkat tangan dingin ayahnya. Bakatnya akhirnya tercium pelatnas. 

Karena akan menghadapi dunia gulat profesional, Mahavir meminta dana ke federasi gulat demi mendapat matras yang merupakan medan tempat pegulat profesional bertarung. Federasi yang bobrok enggan memberi bantuan, justru mengolok-olok mimpi Mahavir. Mahavir tak patah arang, Ia menjadikan kasus lantai sebagai matras gulat yang ditata sedemikian rupa di loteng rumahnya. Geeta terus digembleng hingga keberangkatannya ke pusat pelatnas. 

Geeta mendapat tantangan baru di pelatnas. Lepas dari pengawasan bapaknya, Ia sempat terjebak pada kenyamanan asrama yang melalaikan. Ia mulai memakan makanan yang tidak sehat, begadang, memanjangkan rambut, dan yang paling fatal adalah mulai menganggap remeh strategi bapaknya. Hal ini diperparah dengan kelakuan pelatihnya yang egois. Pelatihnya yang memiliki preferensi pada strategi bertahan memaksa Geeta untuk terus menerapkan strategi bertahan kendati strategi ini tidak cocok dengan karakteristik Geeta yang condong ofensif.

Geeta gagal total di tur kejuaraan dunia. Ia terus menerima kekalahan di setiap kejuaraan dunia yang ia ikuti. Ia akhirnya menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada bapaknya. Karena serangkaian kekalahan yang didapat, Geeta mendapat kesempatan terakhir di Commonwealth Games 2010. Sementara itu, adik Geeta, Babita memenangkan kejuaraan nasional dan menyusul kakaknya di pelatnas.

Mengadakan pelatihan mandiri

Merasa ada yang salah dengan pola latihan putrinya, Mahavir memutuskan untuk pergi ke kota tempat pelatnas didampingi keponakannya, Omkar (Aparhakti Khurana). Omkar adalah keponakan Mahavir yang pada awal karir Duo Phogat menjadi lawan dalam latih tanding mereka. Mahavir meminta kedua anaknya untuk kabur setiap pukul lima dari asrama pelatnas untuk berlatih di kosan Mahavir.

Akhirnya Duo Phogat ketahuan dan terancam dikeluarkan dari pelatnas. Mahavir memelas kepada petinggi federasi dan akhirnya kedua anaknya tidak jadi dikeluarkan dengan syarat Mahavir tidak boleh menginjakkan kaki di pusat pelatnas lagi. Mahavir tak putus asa. Ia menyewa bioskop film dewasa untuk menonton video-video rekaman pertandingan Geeta untuk menganalisis kesalahan putrinya.  Mahavir sampai pada kesimpulan bahwa  kesalahan Geeta selama tur dunia adalah tidak menjadi dirinya sendiri: ia yang bersifat ofensif dipaksa untuk bertarung secara defensif.

Medali Emas untuk seluruh anak perempuan India

Pagelaran Commonwealth Games 2010 tiba. New Delhi menjadi tuan rumah. Mahavir selalu menonton pertandingan Geeta dan menganalisis pertandingan calon lawan anaknya itu. Uniknya, ketika bertanding, Geeta mendapat dua arahan berbeda. Pelatihnya menyuruhnya bertahan, bapaknya menyuruhnya menyerang. Geeta selalu menurut ke bapaknya. Ia tampil menyerang dan lolos ke final. Ia berhadapan dengan pegulat Australia yang sudah dua kali mengalahkannya di tur dunia. Karena kesal tidak dianggap, pelatih Geeta menjebak Mahavir di sebuah ruangan agar tak bisa memberi arahan ke Geeta. Tanpa didampingi bapaknya, Geeta tampil sesuai arahan bapaknya. Ia juga diingatkan oleh Mahavir bahwa Geeta akan membawa harapan seluruh anak perempuan India yang selama ini martabatnya dianggap sebelah mata.

Pertandingan begitu membosankan karena serangan hanya dilancarkan oleh sepihak saja. Pada babak pertama, Geeta kalah mudah. Pada babak kedua, Geeta bisa menang tipis. Pertandingan babak ketiga berjalan begitu alot. Pertahana Geeta begitu solid namun tak menentu. Ia bertanding tanpa arahan karena Mahavir dikurung oleh orang suruhan pelatih yang tak terima arahannya tak dianggap Geeta. Geeta hampir kalah ketika ia ingat perkataan bapaknya agar tidak selalu bergantung padanya. Geeta melancarkan serangan pamungkas yang bernilai sempurna, tiga. 

Akhirnya, Geeta berhasil mengalahkan lawannya dan menjadi wanita India pertama yang meraih emas pada Common Wealth Games di cabang olahraga gulat. Mahavir yang sudah putus asa karena usahanya untuk keluar dari tempat penyekapan terharu kala mendengar Jana Gana Mana berkumandang. Itu artinya Geeta berhasil mengalahkan lawannya di final dan mendapat medali emas untuk negaranya. Hal ini menggenapkan mimpi Mahavir yang ia tidak bisa wujudkan oleh dirinya ketika menjadi atlet. Kebahagiaan semakin lengkap setelah Babita berhasil membawa medali perak pada kelas 51 kg.

Kritik sosial ala Aamir Khan

Seperti menjadi ciri khasnya, Aamir Khan selalu menyentil isu sosial di setiap karyanya. Dalam Dangal ini, Aamir menyoroti kesetaraan gender yang begitu timpang. Perempuan akan disebut lazim jika mengenakan kain sari (baju adat India), memasak, bermain boneka, dan mengerjakan urusan domestik. Lewat lakon Mahavir, Aamir mendobrak semua stigma itu. Mahavir melanggar semua hal yang dianggap tabu oleh masyarakat dan membuktikan bahwa anak perempuan bisa setara, bahkan unggul daripada laki-laki.

Di sisi lain, Aamir juga mengkritik keras kebobrokan federasi olahraga, dalam hal ini gulat, karena hanya menjadi ajang mencari posisi dan materi bagi pejabat yang mengurusnya. Mahavir yang bergerak secara “indie” menjadi tamparan pejabat federasi yang bahkan menertawakan mimpi besar yang dimiliki Mahavir untuk anak-anaknya. Pelatih Geeta juga digambarkan sebagai sosok otoriter dan cari aman dalam setiap langkahnya. Ia dengan blak-blakkan menumpas mimpi Geeta dengan hanya menargetkan perunggu kendati Geeta bisa melampauinya.

Orang tua peduli atau penuh ambisi?

Film ini juga menyentuh hati karena berisi perjuangan seorang ayah yang mau mengorbankan segalanya demi kemajuan anaknya. Di sini, memang terdapat bias apakah motif Mahavir memaksa kedua putrinya untuk terjun ke dunia gulat adalah murni karena memikirkan masa depan kedua putrinya atau karena ambisinya memenangkan medali emas untuk negaranya tidak tercapai. Tetapi, jika dilihat dari kasus teman seangkatan Geeta yang dinikahkan di usia muda, apa yang dilakukan Mahavir adalah bentuk kasih sayang dan kemajuan pikirannya. Di saat anak seusia Geeta sudah dibayangi pernikahan, Geeta justru sedang digembleng untuk menjadi atlet gulat profesional yang mampu bersaing di kancah internasional.

Humor segar 

Sebagaimana  Three Idiots, PK, dan Laal Singh Chaddha, karya Aamir Khan yang satu ini diwarnai dua hal yang begitu menghibur, komedi yang mengocok perut dan kegigihan lakon saat memerjuangkan cita-citanya dengan cara yang absurd dan konyol. Hal ini bisa dilihat ketika Mahavir menganilisis kekuatan Geeta dan lawan-lawannya. Ia menyewa sebuah bioskop film dewasa untuk menonton video rekaman pertandingan-pertandingan Geeta dan lawan-lawannya. Punchline-nya mengena ketika Omkar bilang ke operator bahwa ia membawa filmnya sendiri. Ketika ditanya siapa pemeran utamanya, ia berkata bahwa pemeranya adalah aktris luar negeri. Si operator sontak begitu tertarik dan meminta salinan video yang akan Omkar dan Mahavir tonton. 

Kelucuan kedua adalah polah penjual ayam (yang diperankan Badrul Islam) bersedia memberi diskon atas dagangannya kepada Mahavir dengan imbalan berupa kebolehan ia memampang poster bahwa ialah yang mensponsori Geeta yang menjadi juara nasional dan kemudian Internasional. Setiap Geeta memenangkan gulat pada satu tingkatan, ditampilkan penjual ayam mengubah bannernya dengan bangga. Pengubahan ini dibarengi meningkatnya pembeli.

Totalitas Aamir Khan

Tidak seperti Babita dan Geeta yang mempunyai dua pemeran, lakon Mahavir diperankan oleh Aamir Khan sendiri, baik versi muda dan tuanya.  Zeera Wasim berperan sebagai Geeta kecil dan Fatima Sana Shaikh berperan sebagai Geeta dewasa. Suhani Bhatnagar berperan sebagai Babita kecil dan Sanya Malhotra berperan sebagai Babita dewasa. Yang menjadi tantangan adalah fisik Mahavir yang berubah drastis seiring usianya yang menua. Aamir Khan tidak ambil pusing. Ia melakukan program pembesaran badan terlebih dahulu dengan makan sebanyak-banyaknya untuk kemudian melakukan pengambilan bagian film ketika Mahavir tua. Setelah usai, ia menjalankan program body building selama lima bulan demi mendapatkan bentuk badan ideal seperti halnya Mahavir kala muda.  

Tagged , , , , ,

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *