Mukadimah

Habis Manis Sepah Dibuang

Habis manis sepah dibuang

Dulu kita menikmati cinta satu sama lain; sekarang kunikmati rindu sendiri

 Kita tersenyum bersama di depan layar; kini kutersenyum sendiri menikmati pahitnya melihatmu bersamanya tertawa lebar

 Kukira kau rumah

Kukira kau destinasi

 Kukira kau oase

 Ternyata,

 Kau hanya penginapan

Kau hanya menghendakiku singgah

 Kau hanya fatamorgana

 Kukira senyummu akan selamanya menjadi milikku. Ternyata senyummu adalah aroma kantong semar milik semua korbanmu

 Wajahmu yang polos

 Kulitmu yang putih bersih

 Matamu yang hanya segaris

 Posturmu yang mini

Dan suaramu yang manja

Kukira semua adalah anugerah jika diingat, ternyata sekarang menjadi musibah

Yang menghantui malam sunyiku

 Yang mengusik langkahku yang terseok

 Yang menerror diriku yang berusaha menyongsong pagi dengan seperangkat embun dan udara sejuk

Kau adalah sajak sejukku

 Kau adalah merah dan hitam jalanku

 Kau adakah syukur dan gundahku

 Kini semua itu musti ditulis dengan past perfect Sudah tuntas, tandas, dan tak berbekas

 Aku berharap ada sedikit rona masa lalu di tatapanmu di hari itu

 Ternyata memang telah purna semua

Kau telah menutup lekat-lekat lembaran-lembaran penuh tinta warna-warna kita dulu

 Atau bahkan kau sudah loakkan semua lembaran cerita kita?

 Aku munafik jika berkata aku mengharap kau bahagia dengan pilihanmu yang terasa bagai sembilu bagiku

 Kurela terjang nasehat Zainudin

Kugadaikan semua gengsi dan harga diri

 Ternyata memang harga diriku lebih murah daripada hasratmu itu

 Luka ini belum juga kering

 Sama basahnya dengan tinta puisi ini yang baru kutulis

 Kukira waktu yang perkasa bisa mengobati luka yang kaubuat

 Ternyata luka ini lebih parah daripada yang kuduga

Cipedak, 3 Agustus 2023

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *