Tugas

Lanjutan Sastri

Terusan dari http://imlihlamka.blogspot.com/2015/03/menulis-sastri-sebuah-narasi-tentang.html?m=1

Hujan semakin menggila hingga datang malam. Mungkin sekitar jam delapan malam, hujan mulai surut. Aku yang berteduh di bawah pohon, mulai diserang ganasnya batalion nyamuk, mereka menyerang secara sporadis. Tak lama, aku sudah tak merasa kerasan di sini. Serangan nyamuk menjadi alasan primer, gelap gulita menjadi yang sekunder.

Ditengah kebingunganku, terdengar ada dua atau tiga, mungkin empat orang sedang mendekat. Aku langsung waspada dan mencari semak-semak untuk Aku bersembunyi dan mengintai mereka. Benar saja, mereka berempat datang dari arah jarum jam 12. Tidak salah lagi, mereka yang tadi sore membuntutiku dan Sastri. Nampaknya mereka sedang mencariku yang dianggap lepas. Mungkin saja Sastri disekap mereka di suatu tempat, entah di mana. “Bedebah…” Kutukku pelan sambil mengepalkan tangan. Jikalau Aku menguasai bela diri, apapun aliran dan jenisnya, Aku sudah sedari tadi menyongsong mereka sedari tadi dan menghabisi mereka dalam tiga empat menit. Namun sayang, Aku hanya mahasiswa sastra yang gemar nonton film action, bukan ahli atau bahkan sekadar practioner beladiri.

Pengandaianku buyar saat salah satu di antara mereka bilang: “Berpencar! ” Tiga orang dari mereka menyebar ke arah jarum jam tiga, sembilan, dan dua belas. Tersisa satu yang berada di depan pandanganku. Tanganku secara spontan meraba-raba tanah di sekitarku. Aku sangat beruntung! Tanganku menemukan sebatang kayu. Langsung kugenggam erat kayu tersebut sambil menunggu waktu yang tepat untuk menggunakannya. Tuhan menyetujui rencanaku! Orang itu pelan-pelan mendekat, aku pun semakin bersiap menghadiahinya dengan pukulan sekuat tenaga. 1, 2, 3, dan brakkk… Kupukulkan kayu itu tepat di dahinya. Ia langsung terkapar dan tak sadarkan diri. Aku rogoh saku bajunya dan kutemukan yang kucari. Aku berlari menuju jalan tempat aku dikejar sore tadi. Ada tiga motor di sana, kucoba untuk hidupkan satu yang berada di tengah dan eureka! Bisa hidup!

Aku geber motor itu secepat-cepatnya, meraung-raung motor itu menerima perlakuanku. Dari belakang terdengar teriakan “Berhenti! Berhenti!” Kemudian terdengar letupan senjata api, aku tak menoleh, aku menggeber motor ini ke arah kostan teman akrabku, Hendro. Dia teman akrabku dan rumah kontrakannya terpencil. Aku akan bermalam di sana dan memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya.

Leave a Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *